A. GOOD GOVERNANCE
Dhaka Tribun |
Good Governance adalah suatu
peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang
sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah
alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara
administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan
politican framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha.
Good governance pada dasarnya adalah
suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya
yang dapat dipertanggung jawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang
dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan
pemerintahaan dalam suatu negara.
B.
PRISIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE
1. Partisipasi Masyarakat (Participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara
dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui
lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi
bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan
aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah
daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan
pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara,
konsultasi dan penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk
merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif
untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara
partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral.
2. Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law)
Partisipasi masyarakat dalam proses
politik dan perumusan-perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan
aturan-aturan hukum. Sehubungan dengan itu, dalam proses mewujudkan cita good
governance , harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan rule of law
dengan karakter-karakter antara lain sebagai berikut: Supremasi hukum (the
supremacy of law ), Kepastian hukum (legal certainty ), Hukum yang responsip,
Penegakkan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif, Indepedensi peradilan.
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di
dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
3. Transparansi (Transparency)
Transparansi adalah keterbukaan atas
semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi
menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang
akurat dan memadai. Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh
proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh
pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar
dapat dimengerti dan dipantau. Sehingga bertambahnya wawasan dan pengetahuan
masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintahan, meningkatnya jumlah masyarakat yang
berpartisipasi dalam pembangunan dan berkurangnya pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan.
4. Peduli pada Dunia Usaha
Lembaga-lembaga dan seluruh proses
pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. Dalam
konteks praktek lapangan dunia usaha, pihak korporasi mempunyai tanggungjawab
moral untuk mendukung bagaimana good governance dapat berjalan dengan baik di
masing-masing lembaganya. Pelaksanaan good governance secara benar dan
konsisten bagi dunia usaha adalah perwujudan dari pelaksanaan etika bisnis yang
seharusnya dimiliki oleh setiap lembaga korporasi yang ada didunia. Dalam
lingkup tertentu etika bisnis berperan sebagai elemen mendasar dari konsep CSR
(Corporate Social Responsibility) yang dimiliki oleh perusahaan. Pihak
perusahaan mempunyai kewajiban sebagai bagian masyarakat yang lebih luas untuk
memberikan kontribusinya. Praktek good governance menjadi kemudian guidence
atau panduan untuk operasional perusahaan, baik yang dilakukan dalam kegiatan
internal maupun eksternal perusahaan. Internal berkaitan dengan operasional
perusahaan dan bagaimana perusahaan tersebut bekerja, sedangkan eksternal lebih
kepada bagaimana perusahaan tersebut bekerja dengan stakeholder lainnya,
termasuk didalamnya publik.
5. Berorientasi pada Konsensus (Consensus)
Menyatakan bahwa keputusan apapun harus
dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan
keputusan tersebut, selain dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar
pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga ia
akan mempunyai kekuatan memaksa ( coercive power ) bagi semua komponen yang
terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut. Paradigma ini perlu
dikembangkan dalam konteks pelaksanaan pemerintahan, karena urusan yang mereka
kelola adalah persoalan-persoalan publik yang harus dipertanggungjawabkan
kepada rakyat. Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan
secara partisipasi, maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat
yang terwakili. Tata pemerintahan yang baik menjembatani
kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus
menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan
bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
6. Kesetaraan (Equity)
Kesetaraan yakni kesamaan dalam
perlakuan dan pelayanan. Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan
memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka. Prinsip kesetaraan
menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang
akurat dan memadai. Informasi adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi
dalam pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu
proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang
disediakannya kepada masyarakat. Pemerintah daerah perlu mendayagunakan
berbagai jalur komunikasi seperti melalui brosur, leaflet , pengumuman melalui
koran, radio serta televisi lokal. Pemerintah daerah perlu menyiapkan kebijakan
yang jelas tentang cara mendapatkan informasi
7. Efektifitas dan Efisiensi
Untuk menunjang prinsip-prinsip yang telah
disebutkan di atas, pemerintahan yang baik dan bersih juga harus memenuhi
kriteria efektif dan efisien yakni berdaya guna dan berhasil-guna. Kriteria
efektif biasanya di ukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau
sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan
sosial. Agar pemerintahan itu efektif dan efisien, maka para pejabat
pemerintahan harus mampu menyusun perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan
kebutuhan nyata masyarakat, dan disusun secara rasional dan terukur. Dengan
perencanaan yang rasional tersebut, maka harapan partisipasi masyarakat akan
dapat digerakkan dengan mudah, karena program-program itu menjadi bagian dari
kebutuhan mereka. Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan
hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber
daya yang ada seoptimal mungkin.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah pertangungjawaban
pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi
kepentingan mereka. Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan
organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat
maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban
tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang
bersangkutan. Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan perundang-undangan
yang ada, dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme
pertanggungjawaban, sedangkan instrumen-instrumen pendukungnya adalah pedoman
tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan
sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.
9. Visi Strategis (Strategic Vision)
Visi strategis adalah
pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Para
pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas
tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa
saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka
juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial
yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
C.
PENERAPAN GOOD GOVERNANCE di INDONESIA
Good Governance
diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan diterapkan sejak
meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut telah terjadi perombakan
sistem pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang bersih sehingga Good
Governance merupakan salah satu alat Reformasi yang mutlak diterapkan dalam
pemerintahan baru. Akan tetapi, jika dilihat dari perkembangan Reformasi yang
sudah berjalan selama 12 tahun ini, penerapan Good Governance diIndonesia belum
dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita – cita Reformasi
sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan
anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama Good Governance.
Akan tetapi, Hal tersebut tidak berarti
gagal untuk diterapkan, banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam menciptaka
iklim Good Governance yang baik, diantaranya ialah mulai diupayakannya
transparansi informasi terhadap publik mengenai APBN sehingga memudahkan
masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan dan dalam
proses pengawasan pengelolaan APBN dan BUMN. Oleh karena itu, hal tersebut
dapat terus menjadi acuan terhadap akuntabilitas manajerial dari sektor publik
tersebut agar kelak lebih baik dan kredibel kedepannya. Undang-undang,
peraturan dan lembaga – lembaga penunjang pelaksanaan Good governance pun
banyak yang dibentuk. Hal ini sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan sektor
publik pada era Orde Lama yang banyak dipolitisir pengelolaannya dan juga pada
era Orde Baru dimana sektor publik di tempatkan sebagai agent of development
bukannya sebagai entitas bisnis sehingga masih kental dengan rezim yang sangat
menghambat terlahirnya pemerintahan berbasis Good Governance.
Diterapkannya Good Governance diIndonesia tidak
hanya membawa dampak positif dalam sistem pemerintahan saja akan tetapi hal
tersebut mampu membawa dampak positif terhadap badan usaha non-pemerintah yaitu
dengan lahirnya Good Corporate Governance . Dengan landasan yang kuat
diharapkan akan membawa bangsa Indonesia kedalam suatu pemerintahan yang bersih
dan amanah.