Senin, 12 Agustus 2019

GOOD GOVERNANCE

A.    GOOD GOVERNANCE
Dhaka Tribun
Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan politican framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha.
Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggung jawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara.

B.     PRISIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE
1.      Partisipasi Masyarakat (Participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral.
2.      Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law)
Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Sehubungan dengan itu, dalam proses mewujudkan cita good governance , harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan rule of law dengan karakter-karakter antara lain sebagai berikut: Supremasi hukum (the supremacy of law ), Kepastian hukum (legal certainty ), Hukum yang responsip, Penegakkan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif, Indepedensi peradilan. Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
3.      Transparansi (Transparency)
Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. Sehingga bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan, meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan dan berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.
4.      Peduli pada Dunia Usaha
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. Dalam konteks praktek lapangan dunia usaha, pihak korporasi mempunyai tanggungjawab moral untuk mendukung bagaimana good governance dapat berjalan dengan baik di masing-masing lembaganya. Pelaksanaan good governance secara benar dan konsisten bagi dunia usaha adalah perwujudan dari pelaksanaan etika bisnis yang seharusnya dimiliki oleh setiap lembaga korporasi yang ada didunia. Dalam lingkup tertentu etika bisnis berperan sebagai elemen mendasar dari konsep CSR (Corporate Social Responsibility) yang dimiliki oleh perusahaan. Pihak perusahaan mempunyai kewajiban sebagai bagian masyarakat yang lebih luas untuk memberikan kontribusinya. Praktek good governance menjadi kemudian guidence atau panduan untuk operasional perusahaan, baik yang dilakukan dalam kegiatan internal maupun eksternal perusahaan. Internal berkaitan dengan operasional perusahaan dan bagaimana perusahaan tersebut bekerja, sedangkan eksternal lebih kepada bagaimana perusahaan tersebut bekerja dengan stakeholder lainnya, termasuk didalamnya publik.
5.      Berorientasi pada Konsensus (Consensus)
Menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan keputusan tersebut, selain dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga ia akan mempunyai kekuatan memaksa ( coercive power ) bagi semua komponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut. Paradigma ini perlu dikembangkan dalam konteks pelaksanaan pemerintahan, karena urusan yang mereka kelola adalah persoalan-persoalan publik yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara partisipasi, maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili. Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
6.      Kesetaraan (Equity)
Kesetaraan yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka. Prinsip kesetaraan menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Informasi adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada masyarakat. Pemerintah daerah perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti melalui brosur, leaflet , pengumuman melalui koran, radio serta televisi lokal. Pemerintah daerah perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan informasi
7.      Efektifitas dan Efisiensi
Untuk menunjang prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas, pemerintahan yang baik dan bersih juga harus memenuhi kriteria efektif dan efisien yakni berdaya guna dan berhasil-guna. Kriteria efektif biasanya di ukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Agar pemerintahan itu efektif dan efisien, maka para pejabat pemerintahan harus mampu menyusun perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat, dan disusun secara rasional dan terukur. Dengan perencanaan yang rasional tersebut, maka harapan partisipasi masyarakat akan dapat digerakkan dengan mudah, karena program-program itu menjadi bagian dari kebutuhan mereka. Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
8.      Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah pertangungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan. Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan perundang-undangan yang ada, dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme pertanggungjawaban, sedangkan instrumen-instrumen pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.
9.      Visi Strategis (Strategic Vision)
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.

C.    PENERAPAN GOOD GOVERNANCE di INDONESIA
Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan diterapkan sejak meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut telah terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang bersih sehingga Good Governance merupakan salah satu alat Reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan tetapi, jika dilihat dari perkembangan Reformasi yang sudah berjalan selama 12 tahun ini, penerapan Good Governance diIndonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita – cita Reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama Good Governance.
Akan tetapi, Hal tersebut tidak berarti gagal untuk diterapkan, banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam menciptaka iklim Good Governance yang baik, diantaranya ialah mulai diupayakannya transparansi informasi terhadap publik mengenai APBN sehingga memudahkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan dan dalam proses pengawasan pengelolaan APBN dan BUMN. Oleh karena itu, hal tersebut dapat terus menjadi acuan terhadap akuntabilitas manajerial dari sektor publik tersebut agar kelak lebih baik dan kredibel kedepannya. Undang-undang, peraturan dan lembaga – lembaga penunjang pelaksanaan Good governance pun banyak yang dibentuk. Hal ini sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan sektor publik pada era Orde Lama yang banyak dipolitisir pengelolaannya dan juga pada era Orde Baru dimana sektor publik di tempatkan sebagai agent of development bukannya sebagai entitas bisnis sehingga masih kental dengan rezim yang sangat menghambat terlahirnya pemerintahan berbasis Good Governance.
Diterapkannya Good Governance diIndonesia tidak hanya membawa dampak positif dalam sistem pemerintahan saja akan tetapi hal tersebut mampu membawa dampak positif terhadap badan usaha non-pemerintah yaitu dengan lahirnya Good Corporate Governance . Dengan landasan yang kuat diharapkan akan membawa bangsa Indonesia kedalam suatu pemerintahan yang bersih dan amanah.

Senin, 26 Maret 2018

Fungsi Tasawwuf

FUNGSI TASAWWUF
A.    Hakekat Ahlaq dan Tasawwuf
Prof. Dr. Hamka dalam bukunya Pekembangan Tasawwuf daei Abad ke Abad beliau berkata “Bahwa Tasawwuf Islamy itu telah timbul sejak sejak timbulnya agama Islam itu sendiri, bertumbuh di dalam jiwa pendiri Islam itu sendiri, yaitu Nabi besar Muhammad S.A.W. disauk airnya dari Qur’an itu sendiri.[1]
Ibnu Kaldun berkata “Asal pokok dari ajaran taswuf adalah bertekun beribadat, berhubungan langsung pada Allah, menjauhkan diri dari kemewahan duniawi, tidak suka dengan apa yang diburu orang banyak daripada keenakan, harta benda dan kemegahan. Dan bersunyi-sunyi diri dalam melaksanakan ibadat kepada Tuhan.” Dalam hal ini, K.H. Sirajuddin Abbas dalam bukunya yang berjudul 40 Masalah Agama, beliau telah memperinci keterangan Ibnu Kaldun tersebut sebagai berikut:
Bahwa pengertian Tasawwuf itu terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut:
1.      Tetap tekun beribadat kepada Tuhan
2.      Memutuskan ketergantungan hatinya selain kepada Allah
3.      Menjauhkan diri dari kemewahan-kemewahan duniawi
4.      Menjauhkan diri dari berfoya-foya dengan harta dan kemegahan-kemegahan.
5.      Berhalwat atu bersunyi-sunyi dalam melaksanakan Ibadat.
Jadi pengertian hakekat dan isi ajaran Tasawwuf yaitu berperi hidup seperti
Peri hidup nabi Muhammad S.A.W. dan menjalankan semua tentang jalan-jalan dari Tasawwuf.[2]
Selanjutnya definisi Tasawwuf tersebut di atas mengalami perkembangan, hal ini terlihat dari pernyataan Rabi’ah al-’Adawiyyah bahwa Tasawwuf adalah usaha mengalahkan segala-galanya untuk memilih Allah, sehingga Allah pun akan memilih seorang sufi dan mengalahkan segala sesuatu.[3]

B.     Fungsi Tasawwuf
1.      Fungsi Umum
Beban-beban syariat yang di perintahkan kepada manusia secara umum fungsi akhlak Tasawwuf ini dapat dilihat dari dua kategori. Pertama, hukum-hukum yang berkaitan dengan amal-amal lahiriyah. Kedua, hukum-hukum yang berkaitan dengan amal-amal batiniyah. Dengan kata lain yaitu amalan-amalan yang berkaitan dengan raga manusia dan amalan yang berkaitan dengan hati manusia.
Kategori pertama yaitu, segala kesejahteraan akhlak Tasawwuf yang bersangkut paut sejak lahir dan paradigmanya masih tersisa sampai sekarang. Maka akhlak Tasawwuf ini berfungsi sebagai:
a.       Mengembalikan akhlak Rasulullah S.A.W. menjadi acuan sehari-hari umat Islam. Akhlak Rasulullah harus menjadi koridor umat Islam terutama dalam mengarungi lautan kenikmatan dan kemewahan kehidupan duniawi, agar tidak keblabasan.
b.      Menyeimbangkan kehidupan duniawi yang serba mewah dengan kehidupan spiritual yang serba teduh dan hening. Memasukkan nilai spiritualitas dalam setiap sektor kehidupan.
c.       Amalan-amalan yang berkaitan dengan perintah yaitu: Iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitan-Nya, dan rasul-rasul-Nya. Kemudian perintah untuk iklas, ridha, jujur, khusyu, tawakal, dll.
d.      Amalan yang berkaitan dengan larangan yaitu: kufur, kemunafikan, sombong, ujub, ria, dengki, dendam, dll.
Kategori kedua yaitu, memotret realitas fungsi akhlak Tasawwuf yang di tangkap oleh manusia modern dewasa ini. Akhlak Tasawwuf berfungsi sebagai:
a.       Peneduh jiwa, karena hilangnya kebermaknaan hidup dalam zaman kemajuan ilmu dan teknologi. Dalam masyarakat yang sudah maju, mungkin mulai timbul kemuakan dan kebosanan serta rasa kekosongan makna hidup yang luar biasa. Orang-orang dewasa ini seakan-akan hidup kurang tertantang. Maka katagori ini dapat menggiring sebuah proses kemajuan yang secara terus-menerus akan diusahakan dan diraih umat manusia baik untuk masa mendatang.
b.      Pengerem psikologis dari kehidupan yang diwarnai dengan penuh persaingan. Teruntuk suasana bagi kelompok yang kurang kuat dalam bersaing, sedangkan tuntutan bersaing tidak pernah surut, maka timbulah rasa stress.  Katagori inipun dapat di jadikan media untuk mengendorkan ketegangan fisiknya.
c.       Penguatan kesadaran kebersamaan hidup. Pada zaman yang maju dalam hal ekonomi, ilmu, rasa keakuan (egoisme) cenderung menguat dan tajam. Jika egoisme meninggi, maka rasa keterancaman menjadi meningkat dan menyebabkan rasa kecemasan (anxety), bahkan ketakutan (phobia). Setelah itu orang menjadi haus pemecahan apa yang harus di lakukan.

2.      Fungsi Khusus
Fungsi Tasawwuf secara khusus berkaitan dengan kesehatan mental atau jiwa manusia. Fungsi tersebut antara lain yaitu:
a.       Membersihkan hati dalam berhubungan dengan Allah. Hubungan manusia dengan Allah tidak akan mencapain sasaran jika hati tidak dibersihkan dan selalu ingat dengan Allah. Seperti contohnya saja shalat. Allah telah memerintahkan manusia untuk shalat agar terhindar dari perbuatan yang tidak baik. Jika shalat sendiri tidak di kerjakan secara iklas dan mengikuti aturannya, maka efek dari shalat pun tidak akan di capai.
كم من قائم حظه من صلاته التعب و النصف (رواه البديهي)                                                                                                                                   
b.      Membersihkan jiwa dari pengaruh materi. Kebutuhan manusia bukan hanya pemenuhan tubuh materi saja, tetapi dia mempunyai batin yang di sebut jiwa yang memerlukan kebutuhan juga. Kebutuhan lahiriyah ini timbul karena dorongan jiwanya untuk mempertaruhkan dan melindungi tubuh dari bahaya yang dapat merusaknya.
الا و انّ في الجسد مضغة اذا صحت صلح الجسد كله و اذا فاسدت فسد الجسد كله الا و هي القلب (رواه بخار و مسلم)
c.       Menerangi jiwa dari kegelapan. Jiwa manusia selalu gelisah seperti firman:
لقد خلقنا الإنسان في كبد (سورة البلد:٤)
d.      Memperteguh dan menyuburkan keyakinan beragama agar selalu di sirami dengan pelajaran yang bersifat ruhaniyah



C.    Tujuan Akhlak Tasawwuf
Bagi kaum sufi,[4] pengalaman Nabi Muhammad S.A.W. dalam isra’ mi’raj adalah suatu pengalaman puncak rohani yangluar biasa dan patut ditiru para pengikutnya. Isra’ mi’raj sendiri adalah pengalaman tertinggi yang hanya dimiliki kekasih Allah. Sehingga para sufi berharap mencapai puncak kebahagian tersebut dengan cara apapun meskipun harus menderita di dunia asalkan bahagia sempurna di akhirat nanti.
Banyak orang yang menginginkan suasana batin yang suci karena tujuan akhir hidup manusia adalah kebahagiaan tertinggi. Menjaga kehormatan diri dengan etika yang benar agar tuhan menghendaki kesatuan wujud dalam keabadian.
Tujuan mempelajari akhlak Tasawwuf tiada lain agar mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat. Untuk mendapatkan kebahagiaan itupun harus membersihkan batin terlebih dulu. Mungkin berupa dengan dzikir, tahlil, shalawatan, beramal baik dan lainnya sesuai dengan rujukan Qur’an dan Hadist. Tasawwuf bertujuan agar sifat fana’ berubah menjadi ma’rifat. Fana’ di sini berarti leburnya pribadi pada kebaqo’an Allah SWT dengan perasaan kemanusian yang lenyap diliputi rasa ketuhanan. Sedangkan ma’rifat yaitu pengetahuan haqiqi tentang Tuhan yang melihat-Nya menggunakan hati sanubari. Ahli-ahli Tasawwuf pun berkata:
التصوف: قانون عن انفسهم باقون بربهم بحضور قلوبهم مع الله
Tasawwuf pun bertujuan untuk mendekatkan diri dan puncaknya melihat Allah S.W.T.
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral.



[1] Zahri Mustofa, Kunci Memahami Ilmu Tasawwuf, Bina Ilmu, Surabaya, 1976, hlm. 136
[2] lbid., hal 138-140
[3] Abu Nashr al-Sarraj al-Thusi, al-Luma’, ditahkik oleh ‘Abd al-Halim Mahmud dan Thaha                   ‘Abd al-Baqi surur, Dar al-Kutub al-Haditsah, Kairo, 1960, hal. 45-46.
           [4] Lihat Nurcholish Masjid, Islam Doktrin dan Peradaban, yayasan wakaf paramadina, Jakarta,               1992, hlm.262.

GOOD GOVERNANCE

A.     GOOD GOVERNANCE Dhaka Tribun Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab ...